Biasanya, wisatawan menuju Pulau
Banyak melalui Pelabuhan Penyeberangan Singkil. Namun, malam Selasa itu justru
sebaliknya. Bersama dua orang teman kami menaiki KMP. Aceh Hebat 3 menuju Pulau
Banyak. Perkiraannya menjelang pertengahan malam, kapal ini melaju dari
Pelabuhan Sinabang membawa penuh muatan barang dan penumpang. Kebanyakan dari
mereka menuju Singkil. Misalnya Bang Ajo, pengusaha warung nasi Padang ini
bahkan bersama rombongan keluarganya menaiki kapal hendak menyeberang ke
Singkil lalu via jalur darat menuju ke Sumatera Barat, kampung halamannya.
Saat KMP. Aceh Hebat 3 bersandar
di Pelabuhan Pulau Banyak, beberapa pedagang kecil menjual nasi, kue, hingga
air mineral. Yang turun dari kapal ini tak banyak, kami bertiga dan beberapa
penumpang lainnya. Seorang Anak Buah
Kapal (ABK) malah menancapkan kail pancingan ikannya di sekitar
pelabuhan. Ia mengisi waktu senggang sambil ada bongkar muat satu kendaraan
memasuki badan kapal. Tak lama berselang, tepatnya pukul 08.00 WIB kapal
bertolak ke Singkil.
Penginapan yang dekat pelabuhan
ini jadi pilihan kami untuk menginap semalam saja. Ia amat ramah menyambut
kami. Dari logatnya, saya perkirakan dia bersuku Aneuk Jamee dari Aceh Selatan.
Dan benar saja, ketika kami temui anaknya bernama Bang Wandi bahwa ia mengaku
punya kerabat di sana. Namun, keluarga bapaknya sudah lama menetap di Pulau
Banyak. Jika Ayahnya Bang Wandi memiliki usaha penginapan, maka Bang Wandi
memiliki usaha mengantar wisatawan yang menuju Pulau Panjang, Pulau Sarok
hingga pulau sekitar. Jika mengacu secara literatur bahasa, gugusan Pulau
Banyak ini dinamai Kepulauan Banyak. Terdiri dari dua kecamatan yaitu Pulau
Banyak dan Pulau Banyak Barat yang lebih luas daratannya. Pusat Kecamatan Pulau
Banyak ini berada di Pulau Balai.
Bang Wandi sudah siap dengan boat
kecilnya, ia mempersilakan kami menaikinya. Seperangkat alat perekam video dan
foto punya teman juga sudah berada di dalam boat. Dari Pulau Balai menuju Pulau
Panjang sekitar 15-20 menit. Kita akan dapat menyentuh air lautnya yang amat
jernih, rasa-rasanya ingin segera mandi sebegitu menggodanya air tersebut.
Boat ini akhirnya tertancap
dengan baik. Hari itu agak mendung, namun hawa panasnya tetap terasa. Nyiuran
daun kelapa menambah keharuman pantai makin terasa. Pulau Panjang ini benar
seperti namanya. Pulau yang kebanyakan ditanami pohon kelapa ini di tiap
pinggir pantainya memutih. Ada beberapa penginapan tersedia di sini dari milik
pribadi hingga milik badan usaha masyarakat desa.
Drone terbang saat saya dan teman
mendayung kano. Alih-alih terlalu jauh khawatir terbawa arus, kami mendayung
dalam posisi nyaman saja. Namun, rasa yang terlalu khawatir ini dikalahkan
dengan anak-anak yang mendayung jauh dari pinggir pantai. Ikhwal karena bocah
ini adalah penduduk setempat, jadi setiap harinya sudah berhadapan dengan
gelombang laut.
Usai puas-puasin diri bermain di
pantai, waktu lapar dan haus pun tiba. Serupan air kelapa muda murni mampu
menghilangkan kelalahan tadi. Walaupun tak lama berselang, kami tetap menikmati
deburan ombak dan nyiuran daun kelapa pinggir pantai. Wisawatan yang
mengunjungi pulau ini beragam. Dari provinsi tetangga juga amat banyak, bahkan
yang baru tiba ke sini dari Bogor. Mereka sekeluarga telah memesan tempat
penginapan untuk semalam.
Sekumpulan ikan cakalang
menghampiri KMP. Aceh Hebat 3 yang telah lama bersandar. Saya menatapnya lamat,
badannya meliuk-liuk menampilkan kilatan di badannya. Sekejap kemudian, sekitar
pukul 11.00 WIB kapal pun melaju kembali menuju Pelabuhan Penyeberangan Singkil
selama empat jam lamanya. Pulau Banyak memang banyak pesonanya. Suatu saat,
saya berharap bisa kembali ke pulau ini. Sesuatu yang dulunya semasa kecil
hanya melihatnya dalam peta di buku kios Waled. Mungkin doa ini yang
dikabulkan-Nya karena dulu pernah berharap dapat mengelilingi Aceh.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar