Pelabuhan Ulee Paya. (Photo by: Irfan Fuadi) |
JARAKNYA lebih dekat dengan Banda Aceh ketimbang pusat ibukota Aceh Besar, Jantho. Itulah Pulo Aceh, kecamatan di Aceh Besar yang memiliki 17 gampong ini, adalah sekumpulan pulau besar dan kecil. Pulau terbesarnya adalah adalah Pulau Nasi dan Pulau Breuh yang menjadi pusat kecamatan.
Untuk menuju Pulo Aceh, kita bisa menempuhnya melalui Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue Banda Aceh dengan menumpang KMP.Papuyu. Kapal motor ini mulai berlayar ke Pelabuhan Penyeberangan Lamteng yang terletak di Pulau Nasi sejak tahun 2012. Jarak lintasan 12 mil menghabiskan waktu selama 1,5 jam perjalanan. Jadwal berlayarnya setiap hari kecuali Selasa dan Jumat bergerak pada pukul 08.00 WIB dari Ulee Lheue dan pukul 10.00 dari Lamteng.
Sebelumnya, pelayaran ke Pulo Aceh dilayani oleh KMP. Simeuleu yang berlayar perdana pada 30 Oktober 2008. Seperti halnya KMP. Papuyu, KMP. Simeulue juga merapat di Pelabuhan Lamteng Pulau Nasi. Pelabuhan ini dibangun oleh Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias pada tahun 2006 dan 2007.
Seiring kebutuhan dan permintaan masyarakat, mulai 3 Juni 2020, KMP. Papuyu juga telah melayani rute Ulee Lheue menuju Seurapong yang terletak di Pulau Breueh. Jarak tempuhnya lebih jauh, yaitu 16 mil dengan masa tempuh 1,5 jam perjalanan.
Maryam, warga Pulo Aceh sekaligus salah satu penumpang KMP. Papuyu yang ditemui Tim Aceh TRANSit di pagi Sabtu (8/8/2020), mengaku gembira dengan kehadiran KMP.Papuyu ke Seurapong/Ulee Paya. Ia mengaku lebih nyaman menggunakan kapal yang dikelola pihak ASDP Ferry Indonesia Cabang Banda Aceh itu. “Biasanya kan pakai boat. Kebetulan pulangnya Sabtu dan ada jadwal kapal. Dari segi harga saya lebih memilih KMP.Papuyu karena lebih murah, juga lebih nyaman,” ujarnya.
Selain Maryam, mayoritas penumpang KMP. Papuyu adalah pedagang yang dalam seminggu dapat beberapa kali bolak-balik Ulee Lheue menuju Pulo Aceh, menggunakan mobil maupun sepeda motor.
Hal ini seperti yang disebut Nahkoda KMP. Papuyu, Capt. Syaiful Akmal. Ia mengungkapkan bahwa sebenarnya Pulo Breueh ini belum layak untuk didatangi kapal penumpang. Karena kelayakan seperti dermaga dan tempat tambat talinya, semuanya belum tersedia.
Jika masuk ke pelabuhan ini sangat riskan, sebab lokasi pelabuhan sekarang sangat tergantung pasang surut air laut. “Kalau air rendah kita gak berani masuk, karena banyak karang di sini,” sebutnya.
Nanti dokumen lingkungan yang harus disusun berdasarkan Permen LHK No. P.38/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019 Tentang Jenis dan Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Di antaranya jenis Amdal karena berada pada kawasan lindung dan/atau berbatasan langsung dengan Kawasan Lindung. “Jadi dari aspek rekomendasi atau perizinan lingkungan hidup, kegiatan dapat dilaksanakan sepanjang secara rekomendasi tata ruang terpenuhi,” ungkap Joni.
Sementara itu, informasi yang dihimpun dari Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh menyebut Pelabuhan Penyeberangan Lamteng termasuk dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Aceh. Zonasi ini tercantum dalam Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2020. Kawasan ini dapat digunakan sebagai kawasan pemanfaatan umum. Salah satunya adalah pemanfaatan zona pelabuhan. Tak terkecuali memuat Pelabuhan Lamteng sebagai pelabuhan pengumpan lokal. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar