Foto: Irfan Fuadi |
Bakhtiar sedang memperbaiki boat miliknya. Di tepi Krueng (sungai) Aceh di kawasan Lambhuk Banda Aceh, Bakhtiar dan beberapa rekannya sedang bersiap menuju lautan. Beberapa temannya sibuk membantu Bakhtiar memastikan boat siap berlayar.
Hari itu, Kamis (4/7/2019) aliran
sungai Krueng Aceh nampak tenang. Cerahnya cuaca menambah keyakinan Bakhtiar
menyalurkan hobinya memancing ikan dengan kapal. Hobi ini telah lama
digelutinya, di sela rehat dari pekerjaan harian. Kedatangan ACEH TRANSit bukan
tanpa maksud, melainkan sebagai wujud menyerap aspirasi warga, terkait wacana
dan upaya pemerintah menjadikan Krueng Aceh sebagai angkutan sungai.
Selama ini, setiap Sabtu pagi Bakhtiar
berlayar dari Krueng Aceh, tepatnya dari Gampong Lambhuk menuju laut lepas. Ia
kembali keesokannya (hari Minggu). Pun demikian, di hari-hari lain, bila cuaca
mendukung, Bakhtiar tetap berlayar memancing ikan. Hobi positifnya ini patut
diapresiasi.
Bakhtiar dan teman-temannya menyambut
baik Saat ACEH TRANSit menanyakan pendapat mereka jika Krueng Aceh ini
dijadikan sebagai angkutan sungai di bawah pengelolaan pemerintah. Mereka
tambah bersemangat jika tidak hanya sebagai angkutan barang dan orang, tapi angkutan
sungai itu juga menjadi destinasi wisata baru di Kuta Raja.
Kami mendukung, saya siap membeli boat fiber yang lebih besar lagi untuk mendukung pariwisata. Ya, kami berharap juga diberdayakan pemerintah,” ujar warga Lambhuk ini.
Pria yang kesehariannya berprofesi sebagai
pengusaha ini, berharap dibangunnya dermaga tempat bersandar kapal. Misalnya di
tempat-tempat strategis, sekaligus menjadi tempat transit pengguna angkutan
sungai. “Cocoknya dibangun dekat dengan masjid Keuchik Leumik, di Pango, dan
Peunanyong.”
Posisi dibangunnya dermaga ini, kata
Bakhtiar sesuai dengan kebutuhan. Dekat masjid memudahkan warga yang ingin beribadah.
Jika di Pango, membantu warga yang ingin belanja ke pasar Peunayong ataupun ke
pasar Lambaro. Sementara itu, dermaga di Peunayong dapat dibangun berdekatan
dengan pusat jajanan dan kuliner di kawasan tersebut.
Dalam kesempatan itu, Bakhtiar menyampaikan
kendala yang dia hadapi selama ini, yaitu kapalnya sering terhalang tumpukan
sampah di bawah jembatan Beurawe. Ketinggian jembatan juga mempengaruhi, sebab
itu kapal disesuaikan dengan ketinggian jembatan. Jadinya, bila tiba air
pasang, mereka tidak bisa melewati bawah jembatan.
“Di bawah jembatan itu harus
dibersihkan, agar tidak merusak fiber kapal. Selain itu, kebersihan pinggiran
sungai perlu diperhatikan,” sebutnya sambil menunjuk ke arah jembatan.
Sejalan dengan wacana pemerintah,
Bakhtiar optimis jika nantinya sudah bersih, destinasi pariwisata ini terjaga
dengan baik. Pun demikian, kata Bakhtiar, warga harus selalu diberi pemahaman untuk
ikut andil berpartisipasi menjaga kebersihan sungai. Tentu dengan tidak
menjadikan sungai sebagai tempat sampah.
Bakhtiar menyarankan agar batas wilayah jalur angkutan sungai turut pula diperhatikan. Belakangan, katanya, yang layak dilewati kapal hanya sampai jembatan Pango. Setelahnya, hingga ke Lambaro banyak kayu yang berserakan. Dia menyebut sudah pernah melakukan survei ke kawasan itu.
Bakhtiar menyarankan agar batas wilayah jalur angkutan sungai turut pula diperhatikan. Belakangan, katanya, yang layak dilewati kapal hanya sampai jembatan Pango. Setelahnya, hingga ke Lambaro banyak kayu yang berserakan. Dia menyebut sudah pernah melakukan survei ke kawasan itu.
Bakhtiar menyarankan agar pemerintah
tetap berkoordinasi dengan pawang laot setempat. Apalagi, bila angkutan sungai
ini tidak hanya menyasar angkutan barang, namun merambah pula angkutan orang.
Misalnya untuk jalur lintasan Pango hingga Peunayong. “Sebaiknya berdiskusi
juga dengan pawang laot. Artinya kita minta izin. Sekaligus silaturahmi agar
lintas sektor terus harmonis,” pungkas Bakhtiar menyudahi pembicaraan menjelang
siang itu.
Tahun lalu (11/02/2018), akun
instagram resmi @dishub_aceh pernah menampung opini warga net terkait transportasi
sungai di ibukota Provinsi Aceh. Beragam komentar warga net rata-rata menyambut
positif wacana ini. Beberapa respon ini seperti diungkapkan pengikut setia akun
Instagram @dishub_aceh.
“Boleh min, tapi juga diperhatikan kebersihan airnya baik dari sampah ataupun kejernihannya. Kalau saya gak salah sudah ada teknologi penjernih air.” (@erlangga.dwi.pamungkas)
“Setuju. Bagus yang penting sesuai
dengan rencana dan buktikan saja untuk membangun Kota Banda Aceh agar lebih
banyak peminatnya untuk pariwisata.” (@ameliyadarma)
“Untuk wisata ini bagus dikembangkan,
bisa nanti ikutin kota besar Indonesia lainnya semisal buat pasa rapung di
Lambhuk atau Pango dan lain-lain. Namun untuk konektvitas antar daerah lebih
mudah dengan jalan raya.” (@ahmadi_znd)
Mengutip laman bandaacehtourism.com,
sungai kebanggaaan warga ibukota ini memiliki panjang 145 kilometer terbentang
dari hulu Krueng Aceh di Jantho, Aceh Besar. Muaranya hingga ke pesisir kota
Banda Aceh, tepatnya di Gampong Jawa. Beberapa sungai lainnya di Banda Aceh dan
Aceh Besar bermuara ke sungai ini, seperti Krueng Seulimum, Krueng Jreue,
Krueng Keumireu, Krueng Inong, Krueng Leungpaga, dan Krueng Daroy.
Pada masa Kerajaan Aceh Darussalam,
Krueng Aceh sebagai salah satu sungai tersibuk. Hal ini dilihat dari jalur
masuk dan keluar kapal-kapal dagang dari berbagai belahan dunia. Dari sungai
inilah berbagai rempah-rempah Aceh dibawa keluar untuk diperdagangkan di ranah
internasional. Tak heran bila sungai yang membelah Kota Banda Aceh ini memiliki
arti khusus bagi masyarakat Aceh.
Muhammad, warga Lambhuk kepada ACEH TRANSit Selasa (2/7/2019) menyebut,
posisi Krueng Aceh di kawasan Lambhuk dan Beurawe tidaklah lurus seperti
sekarang. Awalnya meliuk-liuk khasnya sebuah sungai. Atas inisiatif pemerintah
pusat dan daerah di masa itu, dibuatlah alur sungai menjadi lebih rapi. Tentu,
ini menjadi bonus saat Krueng Aceh nantinya menjadi angkutan sungai.
Sambutan positif Bakhtiar dan rekan-rekannya
ditambah opini warganet, menjadi semangat pemerintah untuk segera mengelola
angkutan sungai. Optimisme bersama ini sudah sangat baik untuk terus dibangun.
Agar kedepannya konektivitas dan sinergisitas pemerintah dengan warga selalu
berjalan dengan baik. Artinya, ikhtiar ini perlu dukungan semua pihak demi visi
Aceh Seumeugot berjalan seperti yang diharapkan.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar