Bus Trans Koetaradja sedang menjemput penumpang di halte
depan Masjid Raya Baiturahman, Banda Aceh, Selasa (12/10/2019). Dok. Pribadi
|
Saat menyebut Aceh pada era 2000-an,
barangkali yang terbesit dalam benak kita adalah konflik berkepanjangan. Namun,
pernahkah Anda mengira, bahwa setelah tsunami dan gempa bumi tahun 2004 silam
menghentak bumi Aceh yang menewaskan 500 ribu jiwa lebih itu, berubah
signifikan. Ditambah, pasca penandatanganan perjanjian damai tahun 2005
berbagai pembangunan di segala penjuru terus dilakukan. Tak terkecuali sektor
transportasi, baik transportasi laut, udara, dan darat. Salah satu yang sangat
begitu terasa, kehadiran Bus Trans Koetaradja. Bus ini dapat dibilang menjadi
angin segar. Sebab, pasca bencana dahsyat yang melanda Aceh itu, Banda Aceh
tidak lagi memiliki moda transportasi yang melayani penumpang.
Angkutan massal perkotaan pertama di Aceh
ini, mulai beroperasi di ibukota provinsi Aceh, yaitu Banda Aceh, tepatnya 4
Mei 2016. Saat diresmikan oleh Gubernur Aceh masa itu, dr. Zaini Abdullah,
disebutkan bus ini adalah upaya Pemerintah Aceh menjalin kerjasama dengan
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Republik
Indonesia (Kemenhub RI). Di awal kehadirannya itu, sebanyak 22 unit bus Trans
Koetaradja ditugasi melayani tiga koridor.
Angkutan masal perkotaan bertipe Bus
Rapid Transit (BRT) ini didatangkan di Banda Aceh karena dukungan melalui
bantuan teknis Kementerian Perhubungan Republik Indonesia tahun anggaran 2015.
Sementara itu, dukungan pun terus diberikan Kemenhub RI dengan bantuan berupa sebanyak
8 unit bus pada tahun 2018 dan 10 unit bus pada tahun 2019.
Sementara itu, Pemerintah Aceh menyediakan
prasarana dan biaya operasionalnya. Kerja sama nan apik ini antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah ini adalah bentuk komitmen mengatasi berbagai
permasalahan transportasi bersama yang kian terasa di ibukota. Lalu apa
permasalahannya?
Bus Trans Koetaradja sedang menlintasi salah satu sudut di Banda Aceh, Selasa (12/10/2019). Dok. Pribadi |
Di tahun 2025 mendatang, prediksinya pertumbuhan
penduduk di kota Banda Aceh dan sekitarnya mencapai 500 ribu lebih. Dengan
kepadatanan penduduk 8.148 jiwa/Km2 pada tahun yang sama. Hal ini pun, tentu selaras pula
dengan kehadiran kendaraan bermotor. Angka 12-13 persen per tahunnya
diprediksikan menjadi angka pertumbuhan kendaraan bermotor.
Oleh sebab itu, beragam permasalahan yang
hadir di negeri berjuluk Serambi Mekkah ini, tanpa adanya transportasi
alternatif, tentu kemacetan akan begitu sangat terasa, semrawut, menguras emosi,
dan tenaga.
Lalu, apakah kehadirannya selama tiga tahun terakhir ini berdampak
signifikan terhadap penggunya setiap tahun? Ternyata pada tahun 2017 sebanyak 1
juta lebih penumpang menggunakan Trans Koetaradja pada tiga koridor. Sementara
pada tahun 2016, penggunanya berjumlah 165 ribu orang. Yang paling menggembirakan
adalah sebayak 4 juta lebih penumpang Trans Koetaradja meningkat cepat di tahun
2018. Di tahun yang sama itu, angka ini pun berhasil menurunkan emisi Gas Rumah
Kaca (GRK) sebesar 34.579 TCO2e.
Angka ini meningkat 270 persen dari tahun sebelumnya. Dengan angka peminatnya
dan penurunan GRK yang terus meningkat, dapat dikatakan kenyamanan dalam bus
tentu menjadi prioritas bagi penggunanya.
Penumpang siap-siap menaiki Bus Trans Koetaradja, Selasa (12/10/2019). Dok. Pribadi |
Hal ini dapat
dirasakan, mulai dari adanya jalur khusus bagi kaum difabel bila hendak menaiki
halte bus. Selain itu, adanya kursi prioritas yang diresmikan pada 31 Oktober 2019,
melalui pemasangan kover tanda khusus kursi diperuntukkan bagi penumpang
berkebutuhan khusus. Terutama ibu hamil, difabel, lanjut usia, dan orang
membawa bayi. Hari itu, saya menyaksikan langsung peresmian ini. Hal ini
sejalan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 98 Tahun 2017 tentang penyediaan
aksesibilitas pada pelayanan jasa transportasi public bagi pengguna
berkebutuhan khusus. Jauh sebelum ini, di dalam bus sendiri juga telah
disediakan kursi bagi pengguna berkebutuhan khusus.
Kernet bus Trans Koetaradja ikut membantu difabel dari halte menuju ke dalam bus, Selasa (12/10/2019). Dok. Pribadi |
Selain untuk
mengurai dan mengurangi kemacetan, kehadiran bus ini ikut mendukung kegiatan
berskala regional, nasional, hingga internasional yang diselenggarakan di Aceh.
Sebut saja, Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) VII, Pekan Olahraga Aceh (PORA) 2018,
Pekan Nasional Kontak Tani Nelayan Andalan (PENAS KTNA) XV, Musabaqah Tilawatil
Quran Mahasiswa Nasional (MTQMN) 2019, hingga Muzakarah Sufi Internasional
2018.
Kini, Trans
Koetaradja telah memiliki 40 bus, 5 koridor dengan 90 halte permanen, 43 halte
portabel, dan 118 awak kendaraan baik sopir maupun kernet. Sejak tahun 2018
pula, Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan telah membentuk Unit Pelaksanan
Teknis Daerah (UPTD) Angkutan Massal Perkotaan Trans Koetaradja. Kehadirannya,
tentu untuk lebih memberikan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan bagi
penggunanya.
Bus yang kini
telah hadir di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Terminal Tipe A
Banda Aceh, dan Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue Banda Aceh ini telah
menghubungkan ketiganya. Kehadirannya menjadi penghubung antar moda
transportasi, sekaligus menjadi transportasi alternatif bagi masyarakat. Dengan
demikian, dapat dipastikan kehadiran pelayanan pemerinta bagi warga negara
jelas adanya.
Hal ini tentu
sejalan dengan misi Kementerian Perhubungan RI, yaitu Transportasi Unggul,
Indonesia Maju. Maka tak heran, ini menadi bentuk komintmen pemerintah dalam
menyamaratakan pembangunan bagi warga negaranya. Ayo naik bus Trans Koetaradja!
---
Bagi yang ingin
mengetahui, apa saja kinerja Kementerian Perhubungan Republik Indonesia selama
lima tahun terakhir ini, tak salah mengikuti informasinya pada:
Website : .www.dephub.go.id
Media Sosial
Facebook : @kemenhub151
Twitter : @kemenhub151
Instagram : @kemenhub151
Tidak ada komentar:
Posting Komentar