Nun pada masa sekarang begitu
banyak konflik yang terjadi. Tidak usah jauh memandang, Aceh saja yang dari
dulu sudah menjadi daerah basis peperangan. Semisal dari melawan Kapheei Beulanda
sampai tiba pada saat kita sama-sama melawan ‘penjajah’ dari pulau seberang. Tentu
ingat betul pagi-pagi Minggu itu saat hendak membuang air bekasan cuci piring,
Mak saya di kampung hampir saja menumpahkan air bekasan itu ke wajah penghuni
pulau seberang. Jika saja itu terjadi, barangkali Mak saya akan ditendang oleh
mereka. Pernah juga ikutan marah saat saya tahu anak tupai peliharaan abang
saya di culik oleh mereka. Alhamdulillah, kabar bulan selanjutnya si penculik
tupai abang saya itu mati dalam peperangan di hamok oleh bedil pejuang
negara kami. Belum lagi abang saya yang tertua saat lari pagi, ujung senapan mereka
diarahkan ke kelaminnya. Mereka pikir abang saya kelompok pergerakan
kemerdekaan. Padahal buta dan tuli benar mereka anggap begitu. Abang saya yang
rajin jadi bilal kadang jadi imam di meunasah kampung dianggap begitu, cuih!
Inilah Aceh dengan baru sedikit
yang diceritakan. Sangat banyak kejadian-kejadian dari pelaku jahannam pulau
seberang. Hal ikhwal belum lagi mereka merebut hati gadis-gadis kampung kami. Heran
kadang, gadis kampung kami juga ada yang ikut-ikut kegatalan dengan menaiki
hati si mereka itu penghuni pulau seberang. Tapi, menurut amatan mereka-mereka
inilah penjajah baik dari masa Soekarnois sampai Seokarnoputriis.
Lantas apa kaitannya Aceh dengan
Palestina? Penting menjadi Aceh untuk membantu para pejuag Palestina? Apa
hebatnya mereka sampai sebegitu berkeringatnya
kita rela-relain diri berpanasan dalam terik matahari di tengah Ramadhan
pula mengumpulkan dana bagi mereka? Bukankah mereka lain ras dengan kita? Kita
kan Aceh dikenal sampai keluar negeri, di dalam negeri terus diinjak oleh
pusat! Jika negara Palestina saja sampai saat ini masih diperdebatkan
kemerdekaannya, mengapa kita Aceh mau membantu mereka? Siapa mereka ini? Inilah
sekelompok pertanyaan yang merunut tak perlu jawaban. Ini bukan kausal
pertanyaan pada saat mengikuti ujian akhir sekolah.
Kemudian Indonesia, kenapa ada
orang-orang yang mengatasnamakan dirinya dengan komunitas ini, lembaga itu,
yayasan begini juga ada organisasi begitu mau-maunya mendonorkan jiwa raganya
bagi kepentingan negara Palestina? Sejak Indonesia merdeka 1947 apa sudah ada
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Palestina? Kenapa kita rakyat Indon
mau-maunya membela Palestina yang belum diakui beberapa negara sebagai negara
merdeka. Bayangkan yang Indonesia saja sudah merdeka lama belumlah ada KBRInya
di sana. Tak usahlah memabantu Palestina?
Gaza, kota yang memiliki tanah
suci bagi suatu agama samawi yang muncul di duniawi. Kota ini telah ramai orang
mengenalnya. Sesiapa didunia ini tinggal memasukkan di mesin pencari di google,
langsung dikisahkan hal-hal konflik berkepanjangan di sana. Orang-orang
dibelahan dunia lain pun tahu tentang Palestina. Seberapa perhatiannya publik
internasional ketika Aceh konflik? Negeri ini kan juga penganut Islam terbesar.
Apa salahnya mendukung Aceh yang bahkan sampai saat ini masih belum tuntas
kasus-kasus pelanggaran HAM semasa konflik lalu? Enak saja kita mau
melupakannya begitu saja, lalu memilih memperhatikan kota Gaza di Palestina
yang sangat jauh bagi kita-kita yang menetap di tanoh Indatu ini.
Coba ambil Kartu Tanda Penduduk
(KTP) lihat dengar benar-benar apa status kenegaraan kita, Palestina atau
Indonesia? Tepat! Status kenegaraannya adalah Indonesia, provinsi Aceh,
Kabupaten Bireuen, Kecamatan Kuta Blang, Gampong Pulo Reudeup, Dusun Jrat
Barom, Rumah Alm Pak Salda! Oh ternyata tidak lahir dan besar di tanah Gaza. Apa
untungnya membantu meraka. Ah!
Pernah tersadar bahwa menjadi
Aceh cukuplah mudah, ketika sudah menetap di Indonesia maka dianggap warga
Indonesia. Tetapi ketika menetap di Aceh tidaklah dianggap warga negara Aceh,
iya semua orang pun tahu. Nah, apanya lagi menjadi Melayu, tentu orang-orang
yang kebanyakan bermukim di pulau Sumatera.
Menurut, menjadi Palestina
tidaklah usah beragama Islam, berdarah Palestina, punya paspor atau KTP
berwarga negara Palestina, cukuplah ada hati dan pikiran yang diberikan Allah
untuk senantiasa mengingat saudara sejenis dalam satuan makhluk hidup bernama
manusia, bukan juga dari kalangn tumbuhan atau hewaniyah. Jika masih berpikiran
sempit bahwa kita hidup dalam lain tubuh, tidak memandang Islam secara konteks
global, adakalanya bulan puasa ini cocok untuk ikut bertadarusan lagi. Dalam ilmu
konseling, diajarkan untuk menerima siapa saja yang menjadi konseli (yang
membutuhkan layanan konseling) tidak memandang dari latar belakang apa, tetapi
dia membutuhkan apa. Jadi, sudah tahu bagaimana menjadi Palestina? Coba lihat
lagi KTP kita masing-masing! []
sumber foto | deviantart.com
2 komentar:
Bingung harus bicara apa lagi. sedih melihat nasib umat Islam yang ada disana. Kita puasa dengan nyaman disni, tapi mereka setiap harinya harus menghadapi situasi yang sulit.
ya bang, kita bantu doa, setidaknya dengan tulisan bisa membuka mata hati teman2 yg lain ya
Posting Komentar