Ini malam Minggu, ya semua orang pun tahu. Aneh memang ada banyak orang
mengidolakan malam Minggu, kadang membenci malam Jum’at. Ada yang senang bila berjumpa
dengan kekasihnya, ada pula galau merana karena tanpa kekasih, sungguh sial
kalau tanpa kekasih di malam Minggu. Begitu anggapan beberapa orang. Pun tak
jarang pula menuliskan sebuah status di sosial media semacam twitter-lah.
Gupta malah menyukai malam Jum’at. Baginya malam Minggu menjadi petaka,
tatkala pernah dia tidak diterima usaha menyatakan hatinya pada seorang gadis. Masa-masa
gelap nan suram itu telah mengubah jalan pikirnya. Semenjak itu pula dia tidak
lagi menyukai malam Minggu. Kini dia mencintai malam Jum’at melebihi ketika dia
dulu mencintai malam Minggu. Dia menyadari Jum’at menjadi malam berkah bagi
umat Islam, tak terkecuali baginya yang beragama Hindu. Gupta tahu dari
karibnya yang muslim. Walau demikian, kecintaannya pada Hindu tetap sama, tiada
pudar. Sungai Gangga, Dewa Wisnu, sapi-sapi yang menjadi sesembahan doa mereka,
serta pekuburan umat agamanya secara di bakar, itu baginya menjadikan simbol budaya
leluhurnya kenapa dia masih bertahan. Gupta telah lama hijrah ke Indonesia dan
dia tidak lagi menjadi warga negara India.
Gupta di kenal oleh tetangga rumahnya sebagi orang pemberani. Betapa
tidak, dia pernah sampai larut malam menelepon kekasihnya. Baginya, itu suatu
kebanggaan karena mampu menunjukkan wujud keberanian kepada seorang gadis.
Tapi, tetangganya malah yang ketakutan. Alih-alih nantinya dia kesurupan,
tetangganya pula yang gaduh. Apalagi malam itu malam Jum’at. Sungguh perihal
nikmat bagi si tetangganya yang masih pengantin baru. Tak enaklah diganggu.
Gupta malah cuek saja.
Makan malam baru saja disantapnya. Menu malam ini adalah kanji, makanan
khas India. Piringnya telah kosong. Gupta belum mencuci mulutnya. Dia menjilat
perlahan-lahan sisa-sisa kanji pada mulut itu. Sambil tersenyum lalu dia tertawa.
Gupta kini tinggal di kosan baru. Di tempat lama dia tidak betah. Memulai
hidup di tempat baru agar memberi warna baru dalam asmaranya, begitu anggapan Gupta. Pada tempat
lama banyak kenangan yang mengganggunya. Coretan-coretan tidak
jelas di dinding kamar menjadi tanda sudah berapa kali dia menelepon
kekasihnya. Sobekan-sobekan dinding kamar kosannya yang mulai lapuk juga tak
luput dari jahilnya tangan Gupta, dia bahkan tidak sadar ketika menelepon. Itu
dilakukan hampir di tiap kali mereka berbicara asrama dengan hasrat dimabuk
berdua.
Dia benar-benar ingin menghapus bayangan gadis yang tiap malam muncul di
benaknya. Pernah juga dia berpikir “Kenapa kamu selalu berputar-putar dikepalaku? Sini, duduk saja disampingku, biar aku terus panggil pendeta”. Gupta memikirnya begitu.
Kabar yang beredar kalau di tempat Gupta tinggal sekarang dihuni oleh
makhlus halus, kata warga sekitar wujudnya wanita yang sangat cantik. Keindahan
matanya sungguh menggoda, bibir merahnya begitu merona, kulitnya yang putih
bening, rambutnya terurai panjang hingga punggung, sungguhlah sangat sempurna
bagi seorang gadis. Apalagi bila dia tersenyum, lelaki mana yang takkan
terenyuh. Tetapi, Tidak sembarang orang
bisa melihatnya. Terdengar kabar ada yang melihatnya berjalan sepintas dalam
remang-remang cahaya bulan purnama. Lalu dia berbalik, kemudian hilang dalam
gelapnya malam.
Orang-orang yang melihat gadis itu, mengatakan wujudnya
sering hilang bila
sudah di dekat kosan Gupta sekarang. Dan warga sekitar beranggapan kalau gadis
itu menjadi penghuni kosan Gupta. Perihal kelakuannya, gadis itu tidak pernah
pun mengganggu warga sekitar. Beberapa warga bertutur kalau tiap malam Minggu
mereka sering mendengar gelak tawa seorang gadis, kadang-kadang menangis tersedu-sedu. Warga tidak berani mendekat.
Semenjak mendengar cerita-cerita warga sekitar kosannya, Gupta tidak
mempercayainya, baginya cukup dewa Wisnu yang harus ditakuti. Bersebab telah memberi pencerahan batin. Gupta
menganggap itu semua hanya cerita khayalan warga sekitar. Warga sekitar
menakutinya seperti demikian, anggapan Gupta karena warga sekitar itu tidak
terlalu menyukai adanya penduduk asing menetap di kampungnya. Apalagi yang beda
suku, beda agama. Takut tersaingi urusan daganglah, anak wanitanya digoda-godai
lelaki luar, takut tercampurnya urusan budaya, apalagi mereka juga tau kalau
Gupta Bergama Hindu, sudah sangat mantap kalau cerita di atas hanya bualan
warga kampung padanya agar dia segera minggat di kampung mereka.
Malam Minggu itu Gupta mencuci bajunya. Besok Gupta mempunyai hajat besar yang harus dikerjakan. Sejumlah pakaian
menumpuk lumayan banyak. Tanpa menunggu lama-lama, Gupta langsung mencuci
bajunya. Mulai baju kaos, kemeja, celana dalamnya pun sudah seabrek banyaknya harus di cuci.
Sabun colek perlahan-lahan dia basuh pada satu persatu pakainnya. Lalu dia
menyikat, bila dianggap sudah bersih dari noda, dia melanjutkan ke baju
berikutnya. Begitu terus hingga semua baju siap dia cuci.
Gupta telah mencuci semua bajunya. Kini tiba dia menimba air, lalu dituang
ke dalam wadah untuk kemudian dia membersihkan sisa-sisa sabun yang masih melengket di pakainnya.
Pada timbaan kelima, timbanya terasa berat. Dia menggunakan seluruh
kekuatannya untuk menarik timba. Dan berhasil. Tapi, matanya terbelalak, terpana
melihat sebuah sosok cantik, anggun dan ditambah senyuman aduhai meluluhkan
hati Gupta. Hatinya terpincut pada gadis itu. Gupta mendekatkan wajahnya ke
wajah gadis itu. Lalu perlahan-lahan setengah badan atasnya masuk ke dalam
sumur atas ajakan gadis tadi. Tubuh si gadis terus turun ke bawah sampai
menyentuh air. Gupta begitu juga, dia tidak sadar lagi, asmaranya berkecamuk
hebat. Gupta mendapat sebuah kecupan pada bibirnya. Seluruh tubuhnya telah
masuk sumur bersamaan ciuman gadis itu. Semua lenyap. Keheningan malam itu
ditutup dengan desiran angin menyentuh bulu ketiakku. Ya ini malam minggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar