Entah apa yang
membuatku sore itu begitu syahdu melihat anak-anak memainkan layangan. Aku baru
saja pulang mencuri ilmu. Kulihat anak itu bersama ibu dan pembantunya telah
menaikkan layangan yang bayangnya tak jatuh ke mukaku. Aku pun tak tahu kemana
bayangan layang itu. Apa kau tau ?
foto by : cakrawalabirumud.blogspot.com |
“Kalau waktu dhuha bu?” Tanyaku waktu itu.
“Tentu tak ada nak, matahari menjulang naik tinggi”. Jawab beliau.
Tangan kananku memegang timba. Hendak ku wudhu membasuh telapak dan muka
hingga siku juga kaki. Aku awali bismilllah diakhiri tertib. Itulah ajaran
kitab fiqh malan selasa kemarin, sebelum ajal Tgk dijemput Izrail. Kucing
belang itu menghampiriku. Namanya Meulu. Dia mengelus-elus manja pada betisku.
Aku geli. Bulan lalu aku memukulnya. Dia kencingi motor kesanyanganku, motor
itu lebih kusayang dari kawanku.
Aku
tercengang, seminggu yang lalu aku telah membuat janji
dengan seorang perempuan. Kami sudah berkenalan lama. Bahkan malam-malam larutpun sering
berduaan, lewat dunia maya. Aku lihat wajah anggunya pada profil dirinya. Aku
tak begitu soal raut wajahnya, aku cari statusnya. Tepat, dia masih lajang.
Senyum bahagia sumringah dan renyah sambil senyum-senyum tidak jelas
menghampiriku. Keringat-keringat basah juga tak bercucuruan. Sebulan lalu yang
lenyap memang telah menjadi malam-malam terindah bagiku. Semangat belajarku
tinggi. Gaya jalanku mulai beda. Mulai menjaga cara berbicara. Biasanya aku
menulis status begitu aduhai merona pipiku kala kuingat itu. Senyum selalu ada.
Tak luput dari mimik wajahku, baik setiap aku temui siapa saja tak terkecuali
dia. Bahkan aku pun senyum pada taik kucing, bentuknya itu aku lihat estetik.
Semua tanpa beban, mudah, tidak merasa ada duka. Semua seolah suka, gampang.
Tepatnya malam itu. Tanpa perintah darimana. Kami
berjanji. Katanya "Kalau kamu melihat venus
beriringan dengan bulan kala senja tiba, jumpai aku di Alue Naga",
tegasnya. Aku begitu yakin dan teguh kala itu. Ku yakin dia
benar-benar percaya atas segala ungkapan-ungkapan konyolku, mungkin.
Aku segera
ke depan Kukendarai motorku. Motor butut ini pun tak merengek sore
jelang magrib ini, tak seperti biasa. Kalau aku lagi telat ke kampus, lantas
dia mogok, malah aku yang bisa-bisa mampus. Apa motor inipun tau kalau aku
sedang benar-benar membutuhkannnya saat ini? Aku mulai mencari pembenaran diri.
Sekilas aku
telah hilang jejak dari kosanku. Dalam perjalanan aku baru teringat kalau aku belum mengunci pintu
kamar pun lagi lupa gosok gigi. Ah perkara apa pula
yang aku ingat di saat genting begini. Aku harus datang sebelum venus dan bulan
masih berada di lain tempat. Venus hanya muncul kala senja sampai menuju Isya.
Bulan tak, dia muncul kala senja sampai dhuha hendak tiba. Tak kutanya juga alasan dia menyuruhku datang
di kala venus di timur dan bulan di barat. Semua hanya kata-kata biasa saja,
bagiku. Entah baginya ada pikiran apa.
Sampai di
Alue Naga. Daerah itu telah sepi. semua telah kembali,
angin menggelitikku perlahan. Bulu kudukku merinding kegenitan. Kumatikan motorku. Kuncinya aku taruk di bajuku. Gantungannya aku
biarkan keluar, biar keren saja waktu dia lihat nanti. Penampilanku, perlu kau
lihat aku tak mempedulikan. Kuberanikan diri memakai sarung dengan kaos di
dalam kemejaku. Kemeja sengaja tak ku kancingi, aku pikir untuk kesekian ada
unsur-unsur pesona kalau ku biarkan kemeja ku terbuka. Apalagi kala diterpa
angin pantai Alue Naga.
Tunggu dulu.
Di ujung sana kulihat ada sesosok perempuan telah
menunggu seseorang. sepertinya ya dia orangnya. Perlahan aku mendekat. Sungguh
langkah pun seolah lamban. Kini aku sedang membelakanginya. Bau harum menyeruak
dari tubuhnya. Dia berjilbab anggun dengan gamis keunguan. Aku sudah di
belakangnya. Dia tak menoleh. Aku tak kuasa mendekatinya dari depan. Kucoba untuk menyapa. Tanganku menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.
“Aku bahagia telah bersamamu, sore ini. Apa kau juga?” Ucapku.
Dia masih saja tak berucap. Memalingkan wajahnya saja ke arahku pun tak.
Aku jadi tak sabaran, ingin kulihat wajah aslinya. Samakah dengan di dunia
maya? Kuberanikan diri menghadap ke arahnya yang tadi posisiku membelakanginya. Sejenak kutatap wajahnya di tengah warna temaram gelap senja yang penuh
warna jingga-jinga. Bulshit…! ini bukan
dia. Dan inilah boneka toko pakaian. Hatipun lemah, Apa aku ditipu? Khayalku. Namun, ada sepucuk surat di tanggannya.
Aku rogoh. Kubuka surat itu. Isinya selembar fotokopi e-KTP. Depannya
ada peta kampung republikku, Timor dan Malaysia nampak putih. Ku balik ke
belakang. Namanya tertera Aisyah. Ku tengok ke status perkawinannya. Tertulis,
KAWIN.
Magrib yang siap kembali pulang. Sambil kulari ingin mendekati yg kuasa. Namun Isya pun sudah mau
dekat. [*]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar