by: duniasapi.com |
Beberapa pekan ini kita terlalu sibuk diperangi
pikiran dengan opini media tentang impor daging sapi. Yang banyak berdebat
adalah wartawan antara media pro dengan yang kontra. Masyarakat kampung saya
malah apatis dengan peristiwa abal-abal begini. Kadang nek-nek atawa pak nek
terlampau sibuk dengan urusan jual atap rumbia, aset kampung kami. Mungkin keuchik
sibuk mengurus proyek-proyek PNPM yang sedang heboh-heboh digalakkan SBY. Bisa jadi
janda-janda perang kampung kami hanya pergi dari pagi dan petang menjadi buruh
tani, bila musim tanam juga musim panen. Apakah mereka tau bahwa PNS pun adalah
buruh. “Tunggu dulu ini bukan tujuan awal saya menulis”. Celetuk pikiran yang
lain. “okelah, kau sabar dulu Cai”.
Awalnya saya ragu-ragu membeli sapi. Antara memilihi
sapi jantan atau betina. Katanya kalau kita beli sapi betina, nanti dia beranak
pinak, lantas cepat kaya, cepat nikah. Eh…. Salah-salah.
Memang kalau membeli sapi betina, dia bisa jadi
tabungan amalan kantong kita. Bahkan harganya lebih murah ketimbang yang
jantan. Kita tidak perlu menyuntik pun kalau di kampung, jadilah mereka
keluarga tak berencana. Setelah si jantan ‘senang-senang’ lantas dia pergi
sambil elus-elus wajah si betina, lantas dia bilang “terima kasih”. Aku pikir
manusia zaman sekarang tak jau beda, barang kali pun. Namun, kendala kalau kita
membeli sapi betina adalah kendalanya dia suka memilih-milih makanan. Kalau kita
kasih rumput yang sudah agak tuaan, dia menolak. Sepertinya Cuma mau sama yang
daun muda. Kheu… kheuuu. Kheeeuu
“Apa pula kalau kita beli sapi jantan?” bisik lagi
pikiran lain saya.
Jantan memang menjadi ikon. Tidak Cuma sapi. Bahkan pada
sebagian orang aceh begitu bangga kalau anaknya yang baru lahir adalah laki. “Aneuk
Lon ka lahe, agam. Sang bak hie jeut keu panglima”. (1)
Membeli sapi jantan butuh pertimbangan besar. Secara ini
bukan barang main-main. Harganya lebih mahal, kalau salah-salah kita beli
semacam dia suka mencret. Alamak rugi tak tanggung-tanggung. Sapi jantan begitu
garang dengan ada bentuk daging menonjol di belakang lehernya. Begitu gagah
bila dia hitam, aku tak bilang kalau kulitnya putih dia itu keturunan Korea pun
sapi ini tak ngefans sama boyband-girlband, beda lagi dengan ABG zaman
sekarang, aneh. Satu hal yang membuat kita senyum ringan, atau boleh juga
senyum jahe. Ah apa saja kamu suka-sukalah, asal tak langgar syariath (bingung
mau tarok T atau H). sapi jantan cenderung tidak mempermasalahkan kalau
rumputnya sudah tuaan atau muda, semua diembat asal perut kenyang. Mereka paling
menyukai rumput menteri dan padang atau rumput hijau lainnya. Ditambah
lagi kalau mau memberi pucuk pohon kelapa yang baru di tebang, semua lezat asli
tanpa dipenyet dulu.
Akhirnya setelah perjalanan panjang, mulai dari satu kandang ke kandang yang lain, satu agen ke agen yang lain. Yang pasti bukan agen pulsa. Maka saya putuskan membeli sapi betina.
Hari berikutnya sapi sampai di rumah. Kandangnya belum
begitu mewah. Masih peninggalan kandang sapi milik abang saya. beralih kandang
itu ke tangan saya, tidak melalui bagi harta, hanya kata-kata aneh saja. Ini lembu
langsung saya beli tunai (waktu nulis agak sedikit bangga J ). Yaps, sapi betina jadilah saya beli. Taksiran harganya
sekitaran 3 jutaan lebih, rada-rada lupa saya. Sabit, goni, baju dan celana
lengan panjang, sepeda kumbang menjadi trendmark saya sehari-hari mulai hari
itu. senang tak kira, hari pertama itu. sapi saya ini warnanya oren kecoklatan.
Dia masih gadis, belum janda. Pada hari kesekian kandangnya telah bagus, sudah
saya service dan tempat makan pun tampak elegan. Kalau sore hari saya selalu
menghidupkan api unggun (bukan api unggun pramuka). Selepas pulang mengaji,
saya jenguk lagi si sapi ini. adakah nyamuk hinggap, bisa jadi ada mata lelaki
yang mengintipnya sedang tidur.
Bulan berganti bulan dari sabit sampai purnama, juga
bulan datang bukan padaku. Keseringan ini selalu terjadi dalam keseharian saya.
malam-malam harus menjeguknya, kalau hujan menambah bobot kayu-kayu untuk
menghangatkan si sapi. Saya sering memegang di kepalanya atau sedikit elsu di
tanduk kecilnya. Ada satu kala saya memukulnya karena dia tidak mau makan
rumput yang sudah tua. Ada benarnya juga kata-kata agen. Entah berapa kali si
sapi kena pukulan. Saya begitu marah sore itu. saya benar-benar capai. Rumput yang
saya bopong dengan susah-sudah dari sawah, malah tak mau oleh si sapi. Pun demikian,
kesal pasti menghampiri. Mau kita minta maaf, ya sama sapi.
Unian Akhir Nasional (masa saya lebih di kenal UAN
timbang UN) atau UAN SMA hampir dekat. Tepatnya sebulan lagi. Tanpa paksaan,
saya relakan hati saya menjual si sapi. Dia tampak lebih sehat dari dulunya pas
pertama kali. dia lebih cantik, menarik, bersih dan tidak sama sekali wangi,
sengaja tak aku pakai parfum malaikat subuh. Kenapa? Ya itu untukku lah. Saya jual
sapi itu ke agen waktu saya beli dulu. Harganya tidak terlampau menjulang
tinggi. Dapatlah saya ada tambahan laba satu jutaan. Senang karena selama enam
bulan dapat uang satu juta. Timbang saya duduk-duduk di rumah sambilan nonton
FTV, biaya listrik semakin nimpruk, PLN mah tambah senang kan. Uang satu jutaan
itu saya beli emas satu mayam. Nanti jangan marah kalau emas itu ada bau berak
sapi. Waktu mak saya mau beli emas, saya iya-iya saja. Pun kalau ke Gunong Meuh
pun belum tentu dapat. Katanya emas itu nanti kau pake untuk…..
Usang jalan di depan mata. Tinggal mencari sapi mana mau kau beli. Pilih jantan atau betina itu urusmua. Perlu kau jaga, tak perlu rawat inap segala. Terpenting ini bukan modus.
Ket:
(1)
Anak
saya sudah lahir, laki-laki. Sepertinya akan menjadi pemimpin suatu saat kelak.
2 komentar:
Pertamax wkwkwkwkw
pertamax tentang sapi lan hahaha
Posting Komentar