Pagi
masih berkabut tipis. Percikan kicauan burung pipit bersahutan bersama cicitnya
anak ayam yang memanggil induknya. Si jantan dengan gagah menarik nafas
dalam-dalam membusungkan dada dan berkokok dengan sedikit angkuhnya. Untung dia
binatang, bukan kita manusia. Pagi ini jadwal kuliah Saya sampai menjelang
pentang tiba. Ba’da ‘Asarlah baru saya melepas rindu dengan sahabat saya.
Itupun bila tak ada jam tambahan dari Dosen di kampus. Memang begitu jadwal
kuliah Saya bila kuliah hampir mendekati final. Saya kuliah di Universitas
Sekitar Kita. Tahun ini Saya memasuki pada semester kedua. Setelah sebelumnya
sukses dengan IP yang mengagumkan. Tak rugi Saya dibelikan motor oleh orang tua
di kampung.
Jam menunjukkan
angka 07:30, pas ada sisa waktu setengah jam lagi untuk segera bergegas berangkat
ke kampus. Motor sudah dipanaskan di luar, tanpa dipanasin pun motonya sudah
panas. Di bulan-bulan ini memang kota ini masa-masa yang aduhai panasnya. Tak
pagi, siang ataupun sampai malam tetap
saja, mencenggkram panasnya. Entah ini teguran dari Allah kepada Hamba-Nya.
Bisa jadi ya. Perjalanan Saya mulai dari komplek tempat kost saya. Gersang dan
tandus, hanya hembusan angin bercampur butiran debu yang sudah berlalu. Maklum
ini tanah bekasan lahan persawahan penduduk yang dijadikan tempat buang penat
manusia. Melewati pintu gerbang, agak jauh sampai ke pinggiran jalan, yang
sudah banyak lalu lalang orang. Berlari pagi, bersepeda, para siswa-siswa yang
kebut-kebutan takut telat sampai ke sekolah. Jalan ini dapat dikatakan sempit,
banyak lalu lalang di jalan ini biasanya pagi atau juga petang. Di sepanjang
jalan ini dihiasi dengan pohon asam jawa, yang tumbuh dengan subur tanpa harus
berkorupsi air dengan pohon yang lain. Kalau pagi biasanya banyak para pencari
buah asam jawa yang jatuh berkeliaraan dan berhimpitan baik di badan jalan
maupun di sampingnya. Para nenek-nenek maupun ada sebagian dari anak-anak dan
orang tuanya yang ikut memungut buah asam jawa tersebut. Mereka tidak lain
hanya untuk dikonsumsi bagi diri sendiri. Berbeda dengan para yang muda mereka
malah memanjat dengan riangnya sampai ke pucuk untuk memetik dengan sebanyak mungkin
buah yang didapat guna untuk di jual di
pasar. Ya mereka biasanya beroperasi tidak di pagi hari, melainkan di siang
hari atau hampir menjelang petang di tengah hiruk pikuk lalu lalang orang-orang
yang entah tiap sorenya mau kemana. Terakhir, saya ketahui bahwa pohon asam
jawa ini ditanam pada masa Belanda dulu. Jadi, dapat kita bayangkan sudah
berapa lama mereka menggagahi bumi Kuta Raja ini.
Satu
hal yang membuat saya kagum di pagi nan panas tersebut adalah saya melihat
seorang perempuan yang dapat kita katakan hampir sebaya dengan umur saya,
mungkin dia juga baru semester dua, mungkin saja ya. Yang baiknya, dia pergi ke
kampus dengan mendayung sepeda. Rupanya memang cantik, anggun dengan terusan
baju yang dipakainya. Selaras denga hari itu. Dia melewati kendaraan saya, yang
dari tadi sudah berada di perempatan jalan. Namun masih berjalan pelan, walau
jatah masuk kampus hampir mendekat, saya sengaja untuk berjalan pelan. Biar
dapat lebih akrab mengenal wajahnya. Ketika dia menerobos di samping saya, dia
malah memandang saya dan senyum sumringah kepada saya. Lantas saja saya balas
dengan senyuman pula. Karena senyum adalah sedekah. Tampaknya dia terburu-buru
untuk ke kampus. Namun masih dapat saya lihat raut wajahnya yang penuh
semangat, meski hanya bersepeda. Saya pun hampir iri. Banyangan tubuhnya
sepintas telah jauh dihadapan saya, sepertinya dia mendayung dengan kencangnya.
Saya pun tak sadar terlalu berlamunan dengan hal demikian. Hmm… sebuah kesan
saya padanya di kala pagi di jalan yang penuh dengan pohon asam jawa ini, yang
jelah cahaya di persimpangan penghujung jalan ini cahayanya begitu indah di
kala pagi hari. Ku tancapkan gas, dan langsung ke kampus tempat yang paling
menyenangkan sekaligus membosankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar